“Candidates are pretty much sold like toothpaste today with marketing techniques taken from the business world,”
Ken Warren
Ditulis oleh: Isti Purwi Tyas Utami, M.I.Kom
Dosen Tetap Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Jaya
Bertebarannya baliho sejumlah tokoh politik di kala warga masyarakat masih bergulat dengan krisis kesehatan dan ekonomi akibat pandemi membuat sebagian warga masyarakat gerah dan menyuarakan keresahannya melalui meme di media sosial. Baliho Puan Maharani dengan beberapa tema yang bertebaran di berbagai daerah menjadi isu yang paling santer dibicarakan dan dibuat meme. Beberapa tokoh politik lain dari berbagai partai pun seolah tidak mau kalah dan melakukan hal yang sama, mulai dari Airlangga Hartanto, AHY hingga Cak Imin.
Syahwat politik masing-masing partai sangat kentara bahkan tiga tahun sebelum kontestasi politik kembali digelar di tahun 2024. Bentuk komunikasi politik dari sejumlah partai tersebut dinilai banyak pihak sangat miskin empati di tengah kabar duka yang setiap hari mewarnai media arus utama maupun media sosial.
Pada salah satu meme yang beredar di media sosial, baliho Puan dengan tagline ‘Kepak Sayap Kebangsaan’ digambarkan seolah tengah dipasang di Camp Nou. Markas utama tim Barcelona yang belum lama mencopot foto Lionel Messi setelah pindah ke klub Paris St Germain. Sementara meme yang lain menunjukkan baliho Puan tampak berdiri gagah di suatu planet di luar angkasa. Sebuah olok-olok yang sangat keras bagi Puan dan partainya yang tengah gencar menebar baliho di berbagai daerah dengan melebih-lebihkan kesan bahwa Camp Nou dan planet lain pun dapat dipasangi baliho yang sama jika partai mereka mau!
Lain lagi dengan baliho AHY dengan tagline ‘Siap’. Di media sosial meme dari baliho ini menggambarkan baliho tersebut diapit oleh dua baliho lain. Baliho pertama menunjukkan gambar seorang pria yang mengajurkan pembacanya untuk mengurangi mobilisasi selama pandemi dengan kalimat “Pulang!, di rumah aja” dan baliho kedua yang menampilkan Atta Halilintar tengah berseloroh “Woy”.
Jika ketiga kalimat pada baliho dibaca berurutan maka akan menyerupai dialog yang lucu tapi pedas. Suatu bentuk sindiran yang sangat menohok untuk tokoh politik muda yang beberapa waktu terakhir pun kerap mengeluarkan pernyataan yang justru menciptakan blunder bagi partainya. Dua meme tersebut hanya sedikit contoh dari banyak meme di media sosial yang mengkritisi sejumlah wakil rakyat yang justru tidak menunjukkan keberpihakannya pada publik yang harus mereka layani.
Internet meme, kebangkitan culture jamming di era digital
Di era analog warga masyarakat akan sangat sulit mengkritisi trend baliho tokoh politik seperti yang terjadi saat ini. Meme sebagai salah satu bentuk pesan culture jamming pun terbatas menggunakan media analog yang memiliki banyak keterbatasan dalam hal jangkauan dan biaya. Culture jamming sebagai sebuah bentuk perlawanan mengalami kebangkitannya di era digital.
Kebangkitan ini bukan sekedar dipicu oleh kemudahan yang dihadirkan teknologi media itu sendiri namun juga tidak dapat dipungkiri bahwa ada segmen besar khalayak yang menyukai bahkan mendukung pesan-pesan perlawanan terhadap ketidakadilan di dunia maya. Baik culture jammer sebagai kreator pesan maupun netizen sama-sama memiliki kontrol terhadap saluran komunikasi yang memudahkan mereka memproduksi, mendistribusikan dan mengkonsumsi pesan-pesan perlawanan terhadap simbol-simbol dominan.
Ciri utama culture jamming adalah strategi komunikasinya yang menarik yakni bermain dengan citra merek dan ikon budaya populer agar target khalayak sadar akan masalah di sekitarnya. Culture jammer berusaha menciptakan pesan tandingan dengan mengubah atau mencipta ulang visualisasi simbol atau citra produk dengan tujuan menantang pemikiran “mana yang lebih baik?”.
Salah satu bentuk culture jamming yang cukup populer adalah meme. Meme pada umumnya berupa karya visual sederhana yang dihasilkan dengan memadukan foto dan gambar dengan teks berupa humor, satire atau ironi. Internet meme memungkinkan seseorang untuk memulai gerakan perlawanan dalam skala kecil, berbiaya rendah, melibatkan kelompok-kelompok kecil dan memanfaatkan media mikro.
Baliho sejumlah tokoh politik yang menuai banyak kritik dan pada akhirnya hanya sekedar menjadi sampah visual di ruang publik sekarang ini tidak harus dikritisi dengan baliho tandingan yang tentu membutuhkan biaya tidak sedikit. Internet meme menjadi bentuk pesan perlawanan yang dapat diinisiasi siapapun yang memiliki kreatifitas dan tergerak untuk bersuara. Kekuatan gerakan semacam ini terletak pada partisipasi dan kolaborasi warga masyarakat yang memiliki keprihatinan serupa.
Jika studi sejumlah ahli terhadap trend baliho tokoh politik sebagai sosialisasi partai jelang kontestasi menunjukkan minimnya dampak baliho pada popularitas tokoh politik, di waktu selanjutnya partai politik pun perlu memperhitungkan suara warga yang gerah dan bersuara melalui berbagai meme di media sosial. Sekalipun sekilas tampak tidak lebih dari ombak-ombak kecil perlawanan, namun jika jumlahnya banyak tidak menutup kemungkinan suatu saat menjadi gelombang besar ketidakpercayaan warga masyarakat terhadap partai politik. Lebih-lebih jika kampanye politik mengusung pesan usang dan kalah kreatif dibandingkan gerakan culture jamming yang mengawinkan humor dan satire sebagai magnet kuat yang menarik perhartian publik. (Editor: NB)
Referensi:
Alternatif and Activist New Media, Leah A. Lievrouw, Polity Press, USA (2011).
Comments