Penulis: Agustine Dwianika
Dosen Program Studi Akuntansi Universitas Pembangunan Jaya.
Kalau kita mendengar istilah “Kepatuhan Pajak”, tak jarang dikaitkan dengan pendapatan negara. Jelas, karena lebih dari 80% pendapatan negara didapatkan dari pajak. Namun, di masa pandemi Covid-19 ini, kepatuhan pajak menjadi problematika yang cukup rumit dan menantang. Oleh karenanya, Kemenkeu harus memutar otak untuk merumuskan strategi jitu tetap mempertahankan kepatuhan pajak rakyatnya. Disamping optimalisasi teknologi dalam masa pembatasan interaksi wajib pajak (WP) dan petugas pajak, pun masalah keahlian komunikasi menjadi hal yang sangat penting untuk memberikan pemahaman bagi WP.
Kepatuhan pajak sering dilihat sebagai suatu “pilihan” bagi WP apakah dia akan patuh, atau justru melakukan penghindaran. Pemahaman akan pentingnya dukungan pajak bagi pembangunan bangsa menjadi kunci keberhasilan strategi peningkatan kepatuhan pajak. Hal ini menjadi pembahasan yang terus menarik bagi para praktisi ataupun akademisi penggiat pajak. Dengan komunikasi yang menarik dan tepat maka WP akan mengerti betapa penting kontribusi pajak bagi keberlangsungan pembangunan bangsa dan terlaksananya agenda pemerintahan. Karena kepatuhan sarat dengan aspek perilaku, maka perlu pendekatan strategi komunikasi yang “pas” untuk mendorong WP berperilaku taat pajak.
Area Urban disinyalir lebih menjanjikan akan setoran pajak dibanding rural. Wajar, karena sebagian besar geliat aktifitas ekonomi ada di wilayah ini. WP pribadi atau perorangan yang berapa di wilayah ini juga dianggap memiliki penghasilan lebih besar. Tentu, potensi pendapatan pajaknyapun relatif tinggi. Bagi masyarakat urban, komunikasi yang tepat dan sarat informasi menjadi suatu keharusan bagi terciptanya “perilaku taat pajak”. Disamping dukungan teknologi menjadi suatu keharusan. Lingkungan komunikasi tak kalah pentingnya, disamping kecakapan komunikasi baik WP maupun petugas pajak. Sumber informasi betul-betul harus terkini dan tertuang dalam peraturan perpajakan yang jelas. Kemudian perlu disampaikan oleh petugas pajak dengan kemampuan dan kompetensi yang baik. Keberhasilan komunikasi kemudian dapat dilihat dari feed back WP apakah memahami informasi pajak yang disampaikan oleh petugas pajak dengan baik, atau sebaliknya. Saluran komunikasi serta pesan yang disampaikan juga turut berperan dalam upaya penyampaian informasi pajak yang tepat dalam strategi komunikasi pajak.
Pada tahun 2020 ini, penulis melakukan survei untuk menguji faktor-faktor yang diduga dapat mempengaruhi efektifitas komunikasi. Tentu hal ini ditujukan dalam upaya peningkatan kepatuhan pajak masyarakat Urban di Indonesia. Sebanyak 150 responden pada area urban Jabodetabek turut berkontribusi di dalamnya. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa komunikasi efektif berpengaruh signifikan positif terhadap kepatuhan pajak. Dengan indikator pengukuran komunikasi efektif berupa Communication Environment , Receiver & Sender , Information Sources , Communicator Competency, Feed Back, Channel dan Message terbukti berpengaruh positif signifikan pada kepatuhan pajak. Kecuali aspek Distraction saja yang memiliki pengaruh negatif signifikan.
Hal ini menunjukkan bahwa pada masyarakat urban, komunikasi yang efektif menjadi salah satu aspek yang diperlukan dalam meningkatkan “perilaku” taat pajak. Dengan didapatkanya informasi yang jelas mengenai tujuan pajak, aturan pajak, cara perhitungan pajak, pembayaran dan pelaporannya, maka mereka cenderung akan berperilaku taat pajak. Karenanya, dukungan pemangku kepentingan akan terciptakan strategi komunikasi pajak yang tepat sangat diperlukan. Terutama di masa sekarang ini, yang dianggap serba sulit perihal ekonomi. Namun jika mereka paham bahwa pajak tersebut digunakan untuk beasiswa, pengentasan kemiskinan, pembangunan infrastruktur, dana sosial bencana dan yang lainnya, diharapkan mereka lebih sadar akan kewajiban pajak dan tidak lagi melakukan penghindaran pajak.
Diolah dari berbagai sumber.
Editor: Naurissa Biasini
Comments