top of page
  • Writer's picturekompressupj

Omnibus Law: Sebenarnya Apa Masalahnya?




Omnibus Law adalah sebuah konsep hukum perundang-undangan yang pertama kali disinggung dalam pidato pertama Joko Widodo setelah dilantik sebagai Presiden RI untuk kedua kalinya pada Minggu 20 Oktober 2019. Peraturan ini kerap menuai pro kontra dari berbagai kalangan dan mencapai puncaknya pada saat DPR RI mengesahkan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU) melalui Rapat Paripurna pada hari Senin, 5 Oktober 2020.


Rapat Paripurna pun dinilai tergesa-gesa dan mengejutkan banyak pihak karena rapat tersebut hanya berjarak dua hari sejak pengesahan tingkat I pada tanggal 3 Oktober. Rapat ini dihadiri 318 anggota dari 575 anggota DPR, baik secara fisik maupun virtual. Rapat yang dihadiri 9 fraksi ini menyisakan 2 fraksi yang menolak seluruh hasil pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja, yaitu Fraksi PKS dan Fraksi Partai Demokrat.


Kondisi rapat mulai menjadi tegang ketika pimpinan Rapat Paripurna saat itu, Azis Syamsuddin, langsung memberi penawaran kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto untuk memberikan pandangan akhir sebelum mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi UU.

Interupsi pun diajukan anggota Fraksi Partai Demokrat, Benny K. Harman.


"Sesuai dengan mekanisme, sesuai dengan undang-undang, sesuai dengan konvensi yang berlaku di dewan dan apa yang telah disepakati. Kami mohon biarkan kesempatan diberikan kepada fraksi-fraksi untuk menyampaikan pandangan dan sikapnya," kata Benny.


"Ini RUU yang kami anggap sangat penting dan juga ingin supaya publik tahu paling tidak mengapa fraksi kami menyatakan penolakannya terhadap RUU ini. Setelah itu, Menko mewakili Presiden berkenan menyampaikan pandangan dan sikapnya," lanjutnya.


Setelah itu, Fraksi Partai Demokrat menyatakan walk-out. Agenda rapat dilanjutkan dengan penyampaian pandangan pemerintah oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Tak lama setelah itu, Azis selaku pimpinan rapat mengetok palu sebagai tanda pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU.


Selanjutnya video-video Rapat Paripurna tersebut menjadi viral di media sosial dan mendapat kecaman dari berbagai pihak, terutama pihak tenaga kerja dan buruh yang menilai undang-undang ini sangat merugikan mereka dan menguntungkan pihak investor serta juga tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.


Secara keseluruhan, ada 11 klaster yang menjadi pembahasan dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja, yaitu: Penyederhanaan perizinan tanah, Persyaratan investasi, Ketenagakerjaan, Kemudahan dan perlindungan UMKM, Kemudahan berusaha, Dukungan riset dan inovasi, Administrasi pemerintahan, Pengenaan sanksi, Pengendalian lahan, Kemudahan proyek pemerintah, dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).


Menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, berikut isi Omnibus Law yang terdiri dari 174 pasal ini dinilai merugikan, yaitu: upah minimum penuh syarat, berkurangnya pesangon, kontrak kerja tanpa batas waktu, outsourcing seumur hidup, baru dapat kompensasi minimal 1 tahun, waktu kerja yang berlebihan, hak upah cuti yang hilang.


"Dalam UU Cipta Kerja disebutkan, buruh kontrak yang mendapat kompensasi adalah yang memiliki masa kerja minimal 1 tahun. Pertanyaannya, bagaimana kalau pengusaha hanya mengontrak buruh di bawah satu tahun? Berarti buruh kontrak tidak akan mendapatkan kompensasi," kata Said.


"Sekarang saja jumlah karyawan kontrak dan outsourcing berkisar 70% sampai 80% dari total buruh yang bekerja di sektor formal. Dengan disahkannya Omnibus Law, apakah mau dibikin 5% hingga 15% saja jumlah karyawan tetap? No job security untuk buruh Indonesia, apa ini tujuan investasi?" lanjut Iqbal.


Para tenaga kerja dan buruh di berbagai daerah seluruh Indonesia pun akhirnya melakukan unjuk rasa sejak 6 Oktober dan unjuk rasa terus berlangsung hingga Kamis, 8 Oktober di mana berbagai lapisan masyarakat seperti buruh dan mahasiswa turun ke jalan menuntut pembatalan undang-undang.





Penulis: Alya Iasha

Editor: Faliha Ishma Amado

Approved by: Naurissa Biasini

27 views0 comments
Post: Blog2_Post
bottom of page