Ditulis oleh: Yosaphat Danis Murtiharso, S.Sn., M.Sn
Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Jaya
Film televisi menjadi salah satu hiburan yang banyak ditunggu-tunggu oleh penggemarnya melalui media televisi. Selain serial terutama serial dari Korea yang sedang digandrungi, penonton film televisi (FTV) memiliki penggemarnya sendiri yang jumlahnya juga banyak. Perbedaan antara serial dan FTV terutama dari segi cerita di dalam film itu sendiri. Serial memiliki episode yang panjang minimal 13 episode, meskipun ada juga yang episodenya dibawah 13 episode. Semakin sukses serialnya semakin banyak jumlah episodenya. Sedangkan untuk FTV cerita di dalam film itu selesai dalam satu penayangan saja.
Cerita di dalam serial banyak melibatkan twist atau perubahan cerita mendadak akibat konflik yang muncul tiba-tiba yang menjadi kejutan bagi penonton. Namun bila pembuatannya tidak cermat akan menimbulkan kebosanan karena kesan mengada-ada di benak penonton. Berbeda bila penulis skenarionya cermat dan cerdik didukung tim produksi yang handal akan membuat penonton terkesima dan penasaran untuk mengikuti jalannya cerita sampai puluhan hingga ratusan episode.
Twist dalam naskah FTV juga tidak kalah menariknya karena cerita harus selesai dalam satu kali penayangan maka penulis naskah harus tepat dan cerdik dalam menempatkan twist ini. Berbeda dengan film bioskop, penempatan twist dalam skenario FTV harus mempertimbangkan penempatan bumper iklan. Dalam FTV twist sering ditempatkan pada scene terakhir sebelum bumper iklan dengan tujuan menjaga emosi dan membuat penasaran penonton sehingga tidak memindahkan channel tayangan televisinya.
Pembuatan FTV mendapat pengaruh besar dari kualitas akting aktor dan aktrisnya. Di samping itu juga dipengaruhi oleh tim produksi dan tim pasca produksinya. Biasanya rumah produksi FTV sudah memiliki tim produksi dan pasca produksinya yang merupakan freelancer. Antara sutradara dalam tim produksi dengan seorang editor dalam tim pasca produksi sudah memiliki kecocokan secara kreatif. Ini membuat kualitas output film FTV menjadi maksimal dan meringankan beban tanggung jawab sutradara kepada produser.
Seorang editor di rumah produksi FTV memiliki otoritasnya sendiri dalam mengerjakan sebuah FTV. Seorang editor memiliki asisten yang juga memiliki kecocokan kreatif dengan editornya. Pekerjaan seorang asisten editor diawali dengan logging dan digizitize raw material-nya dan dilanjutkan dengan rough cut. Ini dilakukan agar shot yang OK saja yang disimpan dalam hardisk atau SSD.
Pengerjaan rough cut ini dilakukan oleh seorang asisten editor dengan berpedoman skenario. Tanggung jawab asisten hanya mengedit sebatas skenario tanpa boleh merubah jalan cerita dan tidak boleh ada shot yang tertinggal. Semua shot harus terpasang tanpa ada perkecualian sedikitpun. Pengerjaan rough cut ini sekitar 4-6 hari tergantung skill dari asisten editornya. Semakin baik skillnya maka semakin cepat selesai dan dia juga segera dapat FTV baru untuk dikerjakan sehingga honor pun semakin besar karena dibayar per judul FTV.
Setelah pekerjaan asisten editor selesai, barulah editor memulai kerjanya. Pekerjaan editor diawali dengan mereview hasil kerja asisten editor. Setelah direview maka editor merevisi hasil kerja asistennya. Editor yang punya wewenang penuh untuk mengolah kembali jalan cerita dengan berpedoman skenario. Sering kali editor membuang shot yang tidak dibutuhkan hingga scene yang tidak penting.
Editor juga melakukan pengaturan irama jalan cerita dengan melakukan paralel editing untuk menciptakan dan atau menjaga tempo jalan cerita agar terus menarik. Twist yang sudah dibuat oleh penulis skenario bisa diolah kembali penempatannya dan editorlah yang menentukan dimana penempatan bumper iklan yang tepat.
Dengan selesainya pengaturan irama dan tempo jalan cerita langkah yang ditempuh editor berikutnya adalah melakukan perataan suara dimana volume suara aktris atau aktor satu dengan lainnya disetarakan sesuai tuntutan naskah agar jelas terdengar oleh penonton. Perataan suara ini dilakukan dengan mengamati dialog demi dialog secara cermat. Sering kali dalam satu dialog dilakukan pemotongan atau pengaturan volume pada beberapa bagian. Di lingkungan editor langkah ini sering dikenal dengan istilah menjahit suara.
Setelah urusan dialog selesai editor melakukan penempatan atmosfer maupun sound efek agar dialog berkesan natural. Kadang kala atmosfer dan sound efek dibuat dilokasi shooting agar mirip dengan kondisi aslinya. Proses membuatan atmosfer dan sound efek ini dikenal dengan istilah fooley. Keselarasan adegan, dialog, atmosfer dan sound efek menciptakan suasana natural dan dapat menyentuh emosi penonton. Keberhasilan seorang editor dapat tercapai ketika berhasil melibatkan penonton dalam filmnya.
Selesai mengerjakan atmosfer dan sound efek, editor mulai mengerjakan colour grading. Pengerjaan colour grading ini berbeda dengan pengerjaan colour grading di film bioskop yang jauh lebih rumit sehingga perlu keahlian khusus untuk pengerjaannya. Sedangkan colour grading yang dilakukan editor dilakukan pada satu perangkat sama yang digunakan untuk melakukan editing. Selama proses colour grading, hasil kerja editor di copy dikirimkan kepada ilustrator musik agar dibuatkan musik yang sesuai dengan cerita. Jadi ketika colour grading selesai maka musik diharapkan juga sudah selesai.
Setelah musik selesai, langkah yang dilakukan oleh seorang editor adalah melakukan scoring musik dan mixing. Ini dilakukan karena kadangkala editor tidak puas dengan musik yang dibuat, maka editor punya wewenang untuk mengolah kembali. Editor bisa memendekkan, memanjangkan dan bahkan menggabungkan beberapa musik menjadi satu komposisi musik baru. Setelah selesai baru dilakukan mixing suara yang dilakukan juga oleh seorang editor yang dilanjutkan dengan preview dengan sutradara. Hasil preview dan komentar sutradara yang sudah di kerjakan editor menghasilkan hasil final yang dibawa sutradara untuk preview dengan produser sebelum ditayangkan di televisi.
Ada satu pekerjaan yang tidak dikerjakan seorang editor yaitu motion graphic di mana ini dikerjakan oleh seorang animator. Hasil kerjakan seorang animator ini ditempatkan pada opening film dan ending FTV. Dimungkinkan juga sepanjang film melibatkan animator bila memang cerita FTV membutuhkan special efek dan atau animasi. Secara keseluruhan editor berkerja antara 2-3 hari.
Itu adalah proses kerja seorang editor di rumah produksi FTV. Tentunya berbeda dengan editor di stasiun TV dimana editor hanya mengerjakan videonya saja tidak termasuk meratakan suara, atmosfer, sound efek, dan scoring mixing. Berbeda pula dengan editor event dan dokumentasi serta konten media sosial seperti Youtube. Tentunya ada gengsi tersendiri karena tersedia pengakuan hingga tingkat nasional dan internasional bagi editor yang berkualitas dalam ajang penghargaan film dan televisi. (Editor: NB)
Comments